LAMPUMERAHNEWS.ID - Focus Discussions Group atau biasa dikenal FDG oleh Muda Bincang Lingkungan Indonesia dengan tema "Ketergantungan Mahkamah Konstitusi "terhadap putusan Presiden , di kedai kopi di Jakarta Utara.(29/11).
Founder Muda Bincang Lingkungan Indonesia mengatakan tujuan diadakannya FGD kali ini kurangnya Paradigma Kritis dari Mahasiswa dan pemuda. "kegiatan diskusi oleh komunitas muda bincang lingkungan ini kata lingkungan emsensi dengan sekitar, tapi lingkungan yang di maksud adalah lingkungan progresif, lingkungan yang kritis , inovatif dan kolaborasi, yang dimana kumpulan bincang lingkungan ini di inisiasi oleh anak-anak muda yang tergabung dalam beberapa kampus , termasuk unindra , saya selaku Founder menginisiasi hal ini melihat bahwa anak muda itu sudah kururang dengan paradigma kritis nya ini , sebenarnya bukan hanya memantik persoalan politik negeri ini tapi untuk mengembalikan ruang-ruang demokrasi, ruang interaktif antara mahasiswa dan anak muda , mahasiswa itu identik dengan kuliah saja ."katanya .
Lebih rinci lagi Adi katakan bahwa tujuan diskusi membedah kembali Paradigma masyarakat baik dari perspektif Politik, Hukum, dan Sosial kepada Presiden Indonesia yakni Jokowi Dodo. Sebab Ketergantungan Mahkamah Konstitusi Terhadap Presiden, sudah mencederai kita khususnya perwakilan Muda Bincang Lingkungan Indonesia yang masih peduli terhadap dampak dan aspek yang nantinya dapat berpengaruh buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ada 3 contoh baik dalam Perspektif Sosial, Politik dan Hukum. Dalam Perspektif Sosial Ketergantungan MK Terhadap Presiden dapat menggangu stabilitas sosial. Hal ini Masyarakat tidak lagi percaya terhadap MK bahwa hal ini karena Mahkamah Konstitusi tidak dapat lagi menjalankan fungsi dan tugasnya secara Impersial , dalam Perspektif Politik Ketergantungan Mahkamah Konstitusi Terhadap Presiden bahwa Presiden memiliki hak intervensi lebih jauh dalam hal mengendalikan Anggaran Mahkamah Konstitusi.
Sebagai pemateri, Madi Ramadhan yang juga Ketua IPNU Jakarta Utara dan Presiden mahasiswa universitas 17 Agustus , antusias peserta dalamnya diskusi ini patut diacungi jempol terkait dengan adanya Focus Discussions Group Tersebut. Pengadaaan kegiatan tersebut sebagai wadah edukasi mengenai putusan MK yang sedang terjadi.
"Antusias peserta dalamnya diskusi ini patut diacungi jempol terkait dengan adanya Focus Discussions Group Tersebut. Pengadaaan kegiatan tersebut sebagai wadah edukasi mengenai putusan MK yang sedang terjadi.. Menyikapi keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi yang krusial terkait dinasti politik, Focus Discussions Group telah mengumpulkan sejumlah pakar, cendekiawan, dan praktisi yang terkemuka untuk menggali dimensi-dimensi beragam terkait isu ini.
Diskusi ini bertujuan untuk memberikan analisis komprehensif terhadap keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi dan dampak potensialnya terhadap lanskap politik. Panelis akan terlibat dalam dialog yang mendalam, menjelajahi aspek hukum, sosio-politik, dan etika seputar dinasti politik. Diskusi ini bertujuan untuk memberikan analisis mendalam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, mengkaji potensi dampaknya terhadap lanskap politik, pemerintahan, dan proses demokrasi.
Secara hukum putusan Mahkamah Konstitusi langsung berlaku begitu dinyatakan dalam lembaran negara. Hal tersebut ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuasaan hukum mengikat."paparnya.
Sementara itu Dicky Permana Putra Selaku Ketua Senat Universitas Pancasakti yang juga hadir sebagai pemateri mengatakan, "Jika dilihat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai.
"berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”, Tidak saja sekadar membatalkan norma, akan tetapi mengubah atau membuat baru bagian tertentu dari isi suatu undang-undang yang diuji, sehingga norma dari undang-undang itu juga berubah, sehingga berpotensi akan berdampak luas sehingga perlu tindak lanjuti addressat putusan MK tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari munculnya anggapan telah terjadi kekosongan hukum, maka pembentuk undang-undang memiliki kewajiban untuk merespon putusan MK tersebut."tambahnya .
Menurut Madi Ramadhan , peran Mahasiswa sebagai social control tentu lah wajib sebagai penyeimbang dan lakukan check and balance proses pelaksanaan kekuasaan.
"Ya, harusnya Mahasiswa sesuai perannya sebagai social control tentu lah wajib menjadi penyeimbang dan check and balance bagi proses pelaksanaan kekuasaan atau kebijakan yang ada. Sehingga, tidak terjadi overlapping yang dilakukan oleh para pemangku kekuasaan untuk berlaku sewenang-wenang atas kekuasaan yang dimiliki. Dalam konsep kolaborasi pun peran akademisi dalam hal ini mahasiswa termasuk didalamnya secara sadar dan bertanggung jawab memiliki peran untuk menjadi penyeimbang dan pengingat atas penguasa agar kemudian aturan-aturan yang ditetapkan mampu menjangkau aspirasi dan kebutuhan masyarakat hari ini dan ke depan. Salah bahwa mahasiswa adalah musuh pemerintah, melainkan justru adalah partner bagi pemerintah untuk bersama menciptakan good governance."pungkasnya.