LAMPUMERAHNEWS.ID - Suhu politik jelang Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 di Aceh Tamiang, mulai ramai diperbincangkan.
Terlebih munculnya sosok Jenderal bintang satu menduduki jabatan Wakil Kepala Polisi Daerah (Wakapolda) Aceh Brigadir Jenderal Armia Fahmi, untuk ikut mencalonkan diri sebagai calon Bupati Aceh Tamiang pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, menjadi "buah bibir" tengah - tengah masyarakat di kabupaten ujung timur Aceh tersebut.
Keseriusan Armia Fahmi ingin menjadi orang nomor satu ditanah kelahirannya itu (Aceh Tamiang, red) telah ia gaungkan baik dimedia masa maupun dimedia sosial, agar sejumlah partai politik (Parpol) didaerah tersebut berkenan "meminangnya" untuk melaju sebagai kontestan di Pilkada pada November mendatang.
Ambisi Jenderal aktif untuk masuk ke politik praktis tersebut, ternyata tidak tanggung - tanggung ditempuh oleh Armia Fahmi. Mengapa demikan?. Ya, karena sang Jenderal itu sebelum pensiun pada Oktober 2024 mendatang, telah mengantongi kartu anggota Partai Aceh (PA) diserahkan langsung oleh petinggi partai tersebut, dan kemudian PA memutuskan menerima lamaran Brigadir Jenderal Armia Fahmi untuk mendaftar sebagai calon Bupati Aceh Tamiang pada pesta Pemilihan Kepala Daerah 2024 didaerah tersebut.
Menjadi kader PA namun aktif sebagai Wakapolda Aceh, kemudian oleh partai lokal tersebut akan didaftarkan sebagai calon Bupati Aceh Tamiang, tentu hal itu menyisakan sebuah kejanggalan dan melabrak independensi Armia Fahmi sebagai penegak hukum. Padahal beberapa bulan lagi dirinya memasuki masa pesiun sebagai seorang polisi.
Ambisi Armia Fahmi terburu - buru masuk ke politik praktis sebagai kader PA tersebut, tentu sangat dikhawatirkan banyak pihak. Terutama bila ada anggota maupun para petinggi Partai Aceh terjerat persoalan hukum, sang Jenderal bintang satu itu belum pensiun, bisa saja bertindak tidak profesional. Padahal sebagai aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas harus adil tanpa pandang bulu, yang berpegang teguh pada konstitusi.
Seharusnya Armia Fahmi tidak mengedepankan rasa ambisinya untuk memaksakan diri nyemplung ke politik praktis yang masih aktif berseragam coklat, karena Armia Fahmi sebagai seorang polisi masih punya tanggungjawab sebagai pengayom, pelindung masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, karena ia masih sebagai Wakapolda Aceh, juga harus menegakan supermasi hukum di daerah berjuluk Serambi Mekah tersebut.
Dengan ia memaksakan diri masuk pratek politik praktis, kemandirian dan netralitas anggota kepolisian yang dijalankannya sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bisa diragukan oleh masyarakat, karena Undang - Undang tersebut dibuat untuk lembaga kepolisian dari tingkat paling atas hingga paling bawah. Aturan inilah yang menjadi pagar yang seharusnya dijunjung oleh setiap anggota kepolisian hingga masa pensiun tiba.
Dengan terburu - burunya Armia Fahmi jadi kader PA, tentu saat ini dirinya banyak terlibat dalam kegiatan politik. Apalagi ia seorang Jenderal aktif, tentu setiap saat bisa menggunakan fasilitas negara, dengan dahlil sebagai Wakapolda Aceh berhak melakukan kunjungan kerja keliling Kabupaten Aceh Tamiang, sambil memikat hati masyarakat dengan menggunakan pengaruhnya sebagai seorang Jenderal bintang satu, sebelum ia "bertempur" di Pilkada 2024 nanti. Bila hal itu dilakukannya, maka tindakannya itu jelas dianggap tidak fear bagi kandidat calon Bupati Aceh Tamiang lainnya.
Sekedar untuk diketahui, bila Brigadir Jenderal Armia Fahmi, tidak ambisi untuk ikut mencalonkan diri sebagai calon Bupati Aceh Tamiang, di Pilkada pada November 2024 mendatang, tentu Arima Fahmi masih berpeluang meraih Jenderal bintang dua, yakni Inspektur Jenderal (Irjen).
Bedasarkan PERATURAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2024, TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2018 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI
DAN TATA KERJA KEPOLISIAN DAERAH, pada pasal 30, ayat (2), disebutkan bawah batas usia pensiun Anggota Polri yaitu :
a.60 (enam puluh) tahun bagi Anggota Polri, dan
b. 65 (enam puluh lima) tahun bagi pejabat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi jabatan tersebut.
(3) Usia pensiun bagi Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas Kepolisian dapat dipertahankan sampai dengan 62 (enampuluh dua) tahun.
(4) Usia pensiun bagi perwira tinggi dapat diperpanjang sampai dengan 62 (enam puluhdua) tahun atas usulan dari Kapolri.
(5) Perpanjangan usia pensiun bagi perwiratinggi bintang 4 (empat) ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia.
(6) Ketentuan mengenai usia pensiun bagi Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepolisian.
Dan informasinya, peraturan terkait pensiun Anggota Polri menjadi usia 60 tahun tersebut, akan disahkan (ketok palu) di DPR RI, per 1 Juli 2024. (Sutrisno).