Iklan

Klik Ternak

RUU Polri timbulkan polemik, Direktur HSI mempertanyakan Status Kepegawaian di institusi Polri

lampumerahnews
Minggu, 23 Juni 2024, 15.59 WIB Last Updated 2024-06-23T09:00:00Z

 



Lampu merah Indonesia.id 

Jakarta - Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto soroti Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) picu polemik publik, termasuk status kepegawaiannya.

Pembahasan mengenai RUU Polri mengangkat isu penting tentang status Polri dalam tatanan kelembagaan negara, mengingat posisi uniknya yang bukan militer tetapi juga bukan sepenuhnya sipil.

"Memposisikan status bukan militer dan bukan sipil, lalu posisinya ada dimana? karena masih ada istilah ASN Polri", tuturnya.

Keterkaitan status ini dengan identitas Polri menjadi pertanyaan mendasar dalam konteks reformasi yang memisahkan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melalui TAP MPR No. 6 Tahun 2000.

"Setelah pemisahan dari ABRI, posisi statusnya dirancang untuk berfungsi sebagai entitas yang fokus pada penegakan hukum dan keamanan sipil khususnya Kamtibmas", ucapnya.

Menurutnya, semangat reformasi yang memisahkan Polri dari ABRI didasarkan pada kebutuhan untuk menciptakan penegak hukum yang responsif terhadap prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

"Upaya ini harus terus dilanjutkan dengan memastikan bahwa Polri tidak hanya secara struktural tetapi juga secara fungsional beroperasi dalam kerangka sipil", jelasnya.

Ia pun mencermati status kepegawaian Polri, dalam draf RUU Polri pasal 20 ayat (1) Pegawai Negeri pada Polri terdiri atas Anggota Polri dan aparatur sipil negara (ASN) jadi polemik dengan UU ASN.

"Sebab dalam UU ASN No.20/2023 pada pasal 1 ayat (1) yang dimaksud ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja
pada instansi pemerintah", jelasnya.

Pada pasal 5 UU ASN dipertegas bunyinya adalah Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK.

"Saran kami dalam draf RUU Polri dipertegas posisi statusnya sebagai ASN, sebab tidak ada tafsir status kepegawaian lainnya dalam UU ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK", tegasnya.

Selain itu, dalam draf RUU Polri Pasal 25 diatur tentang kepangkatan anggota Polri.

"Kepangkatan dan penggunaan atribut sudah identik bahkan melebihi militer, tentunya menimbulkan kebingungan mengenai status aktual kepegawaiannya", jelasnya.

Lanjutnya, dukungan perangkat kesenjataan yang dimiliki Polri seperti senapan serbu dan pelontar roket merupakan senjata khas militer yang mematikan.

"Sehingga memperkuat kesan militeristik dalam wajah kepolisian, idealnya penggunaan senjata dikhususkan untuk fungsi melumpuhkan", tuturnya.

Ia menyarankan Pemerintah dan DPR dalam penyusunan RUUnya merujuk pada model kepolisian di negara-negara yang telah berhasil mendefinisikan posisi kepolisian sebagai institusi sipil yang kuat dan independen.

"Misal seperti di Inggris atau Jerman, di mana kepolisian memiliki identitas sipil yang kuat tanpa kehilangan otoritas dan efektivitasnya dalam penegakan hukum", sarannya.

Komentar

Tampilkan

Terkini