Lampu merah news.id
Jakarta - Sejumlah anggota dan petinggi partai diangkat menjadi komisaris pada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebut saja BSI yang baru-baru ini berkasus dengan Muhammadiyah. Bank dengan layanan syariah ini menjadikan Felisitas Tellulembang yang merupakan politisi Partai Gerindra sebagai Komisaris.
Kemudian, ada nama Simon Aloysius Mantiri yang juga dari Gerindra menjadi komisaris utama PT Pertamina (Persero). Simon mengisi jabatan yang ditinggalkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Tak Ketinggalan nama pendiri Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie yang kini jadi Komisaris di MIND-ID.
Terkait kejanggalan itu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN beberapa waktu lalu mengkritik pedas melalui akunnya di aplikasi X, @msaid_didu.
Tiga anggota dan petinggi Partai diangkat jadi Komisaris BUMN yg kompetensinya sangat jauh dari posisi. Komut Pertamina, Komisaris BSI, Komisaris holding Tambang (MIND-ID). Politisasi BUMN berlanjut !!!," tulis Said Didu, dikutip Sabtu (29/6/2024).
Cuitan Said Didu itu telah dilihat lebih dari 57 ribu netizen. Banyak yang membalas cuitan itu dengan kritikan tajam kepada pemerintah.
"Pengalaman gak penting, yg penting di CV nya terafiliasi dengan parpol," tulis salah satu warganet.
Penghancuran BUMN semakin gila2an. Bagi2 jatah saja ini. Kelak @erickthohir akan harus bertanggung jawab bila BUMN2 ini rusak sprt banyak BUMN lain," komentar lainnya.
"Apa gak ada undang undang yg atur syarat kompetensi Komisaris dan Direksi @KemenBUMN nih @FPKSDPRRI @DPR_RI. Itu sahamnya pakai APBN loh. Bukan uang politisi atau parpol," sesal warganet lainnya.
Penarikan dana Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia (BSI) terus bergulir. Langkah organisasi Islam terbesar di Indonesia menarik dananya itu menciptakan berbagai spekulasi dan perhatian publik.
Sejumlah isu mengiringi penarikan dana organisasi Islam terbesar di Indonesia ini, termasuk pengusulan kadernya, Abdul Mu'ti, untuk masuk di jajaran komisaris yang tidak diakomodasi saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Ketua Lembaga Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (LP UMKM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Khafid Sirotudin, mengungkapkan isu itu bermula dari kunjungan jajaran petinggi BSI ke PP Muhammadiyah beberapa waktu sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurutnya, pihak BSI “meminta” Muhammadiyah mengirimkan dua nama untuk dijadikan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Tradisi organisasi Muhammadiyah yang mengedepankan musyawarah mufakat secara kolektif kolegial di dalam Rapat Pleno PP Muhammadiyah menghasilkan surat nomor 145/I.0/A/2024.
Surat tersebut menyodorkan nama Jaih Mubarak sebagai calon DPS dan Abdul Mu’ti sebagai calon komisaris “sesuai permintaan BSI”.
“Walakin, RUPS PT. BSI Tbk. tanggal 17 Mei 2024, hanya menerima Jaih Mubarak sebagai DPS. Adapun Abdul Mu’ti tidak diterima RUPS sebagai Komisaris. RUPS justru mengangkat Felicitas Tallulembang sebagai komisaris baru BSI,” tulis Khafid Sirotudin, dikutip dari website resmi PWM Jawa Tengah, Jumat, 21 Juni 2024.
Sebagai deposan terbesar non lembaga pemerintah, beber dia, keputusan RUPS itu telah melukai niat baik PPM dalam “memenuhi permintaan petinggi BSI”.
Menurutnya, respons dan sikap PPM merupakan hal yang wajar untuk melakukan konsolidasi sebagian dana di BSI agar tidak terjadi ”concentration risk”.
Apalagi jika kita mau menengok berbagai kejadian dan sumbang saran dari persyarikatan yang tidak diindahkan oleh BSI, sejak tahun 2020 hingga 2023.
“Rasanya perlu saya sampaikan bahwa dalam hal jabat-menjabat di lingkungan Persyarikatan, berlaku sebuah tata nilai atau value : ”ora oleh njaluk, ora oleh ngarani, ora oleh nolak lan ora oleh kemaruk jabatan (tidak boleh meminta, tidak boleh memilih posisi, tidak boleh menolak dan tidak boleh serakah jabatan),” bebernya.
Sumber berita : fajar