Lampu merah news.id
Jakarta - Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, segera berkoordinasi dengan KPU DKI terkait perlindungan sosial badan ad hoc untuk Pilkada 2024, agar mereka memperoleh jaminan dengan jelas dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Dari komisi A mendukung (badan ad hoc masuk jaminan BPJS Ketenagakerjaan), karena jaminan lebih jelas," kata Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono di Jakarta, Kamis, saat menerima audensi BPJS Ketenagakerjaan terkait jaminan sosial ketenagakerjaan badan Ad hoc.
Mujiyono mengatakan bahwa ketika melihat perlindungan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan, jika ada anggota badan ad hoc yang meninggal dunia saat bertugas, maka ahli warisnya mendapatkan Rp171 juta.
Sementara itu, lanjut Mujiyono selama ini perlindungan yang diberikan oleh KPU DKI terhadap badan ad hoc seperti Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantralih) dan lainnya belum maksimal.
Bahkan, kata Mujiyono, ketika dibandingkan dengan BPJS Ketenagakerjaan jauh berbeda. Untuk itu ia mendorong agar KPU DKI dapat memberikan jaminan perlindungan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau di KPU santunan kematian sebesar Rp36 juta, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan Rp171 juta, itu contoh," katanya.
Mujiyono menyatakan, dengan kondisi tersebut maka Komisi A DPRD DKI akan berkoordinasi dengan KPU DKI terkait jaminan perlindungan sosial bagi anggota badan ad hoc Pilkada 2024.
Apalagi kata Mujiyono, peraturan yang ada tidak bertentangan, bahkan terdapat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
"Setelah kami tanyakan kepada Biro Hukum memang tidak melanggar aturan sama sekali," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta Deny Yusyulian mengatakan bahwa pihaknya telah berupaya berkomunikasi dengan KPU terkait perlindungan jaminan sosial, akan tetapi hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut.
"Kita sudah rutin berkomunikasi dengan KPU sejak akhir tahun sebelum adanya Pilpres agar mereka bisa mendaftarkan badan ad hoc agar dapat menjadi peserta, namun itu tidak jalan," ujarnya.
(Sony|AT)