Lampu merah news.id
Jakarta -Kementerian Badan Usaha Milik negara (BUMN) terus berupaya memperbaiki perusahaan-perusahaan negara yang memiliki kinerja buruk atau tidak sehat, namun usaha itu nampaknya mengalami kendala, sehingga dampaknya dari total 14 BUMN sakit, 6 di antaranya terancam dibubarkan. Mereka adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok Dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), dan PT Semen Kupang.
Salah satu perusahaan yang disinyalir kinerjanya buruk dan terancam di bubarkan adalah PT Amarta Karya (Persero), perusahaan negara yang bergerak dalam bidang usaha pabrikasi konstruksi baja. Jasa yang disediakan dibedakan menjadi jasa konstruksi spesialis dan jasa industri penunjang konstruksi, akan tetapi berdasarkan penilaian sejak tahun 2023, Amarta Karya justru didera masalah.
Perusahaan menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap sejumlah investor karena proyek Bukit Algoritmanya, bahkan terancam bangkrut, sehingga Kementerian BUMN pun berencana untuk membubarkan PT Amarta Karya tersebut
Sontak saja rencana tersebut mendapatkan respon dan bahkan memicu polemik dari berbagai kalangan masyarakat, ada pihak yang setuju agar Kementerian BUMN membubarkan PT Amarta Karya tersebut, namun di sisi lain PT Amarta Karya tersebut tidak layak untuk di bubarkan.
Menyikapi polemik tersebut, Ketua Poros Rawamangun Rudi Darmawanto kepada wartawan, ia mengatakan tidak semudah membalikkan tangan, serta tidak hanya mencermati dari hasil kinerja keuangan maupun kinerja managerial saja, namun juga mencermati dan bahkan mempertimbangkan unsur kemanusiaan atau harus dihitung akibat kebijakan pembubaran perseroan dibawa BUMN sebab banyak perseroan yang masih menjadi beban piutang nya kepada pihak ketiga yakni buruh maupun mandor pekerja beserta keluarganya, sebagai pihak yang terkena dampak negatif dari pembubaran suatu perusahaan negara.
“ Yang pasti bakal berdampak semakin menambah jumlah pengangguran baik secara kualitiatif maupun kuantitatif, para pekerja itu justru juga menambah beban negara, baik beban ekonomi maupun beban sosial.”ungkap Rudy Darmawanto, SH di Jakarta.(6/7/24).
Padahal, lanjut Rudy Darmawanto, seharusnya Kementerian BUMN sebagai Pembina, melakukan pembinaan agar perusahaan itu tidak bangkrut dan kemudian di tutup, seperti halnya PT Amarta Karya, yang selama beberapa waktu mengalami permasalahan serius, namun dari hasil pengamatan, dirinya melihat bahwa kondisi PT Amarta Karya sudah mulai membaik dan bahkan PT Amarta Karya dibawa pimpinan Nicolas Agung sudah mulai membaik dengan berbagai cara sehingga mampu memperbaiki kinerjanya dengan hasil capaian prestasi yang luar biasa, terbukti saat ini sedang mengerjakan banyak proyek strategis di berbagai daerah, meskipun di sisi lain PT Amarta Karya masih harus menyelesaikan pihutang dengan pihak ke 3 yakni kaum pekerjaan dan mandor proyek sebelumnya, yang secara bertahap diyakini dapat terselesaikan oleh pihak manajemen PT Amarta Karya.
“Dengan kondisi tersebut, menurut saya, PT Amarta Karya tidak layak untuk dibubarkan atau di likuidasi karena karena perseroan tersebut telah membaik dan ada good Will dari pimpinan perusahaan untuk melakukan penjadualan ulang pembayaran secara bertahap kepada pihak ke 3, dan saya justru berharap Kementerian BUMN memberikan dukungan pembinaan secara strategis agar PT Amarta Karya dapat bertahan dan dapat semakin berkembang menjadi perusahaan negara yang sehat dan untuk menyambut Indonesia Emas tahun 2045 mendatang.”pungkas Rudy Darmawanto, SH.