Lampu merah news.id
Jakarta- Sejumlah riset ilmuwan dari sejumlah negara menilai Wajah Demokrasi Indonesia secara kualitatif kian memburuk. Dalam 5 tahun terakhir faktanya memang indeks demokrasi Indonesia memburuk. Peristiwa mundurnya Airlangga Hartarto dari posisinya sebagai Ketum Golkar secara tiba-tiba adalah tanda politik Indonesia sangat tidak sehat.
Muncul analisis kuat bahwa ini ada semacan Kudeta Demokrasi dari elit istana. Benarkah? Dan bagaimana ceritanya peristiwa ini dimaknai sebagai kudeta demokrasi seorang Jokowi? Fenomena penyanderaan politik oleh penguasa marak terjadi usai Pileg dan Pilpres 2024.
Analis politik Universitas Negeri Jakarta Ubedillah secara tegas mengatakan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan biang kerok dari buruknya demokrasi di Indonesia.
“Salah satu aktor utama yang kami duga sangat kuat adalah Joko Widodo. Itu menjadi faktor yang kemudian membuat demokrasi makin memburuk,” kata Ubedillah saat jumpa pers 98 Melawan, bertemakan 'Jokowi Kudeta Demokrasi: Kasus Golkar' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (13/8/2024).
Ubedillah menyebut Jokowi seolah-olah membiarkan praktik kotor dalam berdemokrasi dan juga cuci tangan pada sejumlah peristiwa politik yang dialami partai politik.
“Membiarkan praktik busuknya demokrasi dan menjadi pelaku utama dalam proses busuknya demokrasi itu. Karena dia berada pada posisi sentral, berada pada posisi struktural kekuasaan,” ucapnya.
Lebih lanjut Ubedillah mengatakan, sebagai Presiden, Jokowi seharusnya mengerem tindakan sandera politik tersebut, yang memungkinkan dia bisa membalikan arah menjadi demokratis.
"Tapi itu tidak dilakukannya, bahkan kemudian membiarkan itu. Bahkan terkesan menikmati busuknya demokrasi ini,” pungkasnya.
(Fahmy)