Lampu merah news.id
JAKARTA - Seluruh Pemilik Rumah Susun Ambassade Residences yang sudah membeli unitnya menjadi korban kelalaian PT Duta Regency Karunia (DRK) selaku Pengembang dan Pengelola. Selaku Pengembang yang sudah menjual seluruh unit di Rumah Susun Ambassade Residences, PT DRK gagal menyerahkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) kepada setiap pembeli unit.
Selaku Pengelola, PT DRK juga sudah melewati waktu yang diperkenankan undang undang (maksimal 1 tahun sejak serah terima unit pertama kali) , serah terima unit sudah terjadi pada tanggal 8 Juli 2013 maka mestinya hanya sampai 7 Juli 2014, berdasarkan hukum vide pasal 74 dan 75 juncto Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Rumah Susun No. 20 Tahun 2011, pemilik sarusun wajib membentuk P3SRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) dimana hak pengelolaan itu wajib diserahkan oleh Pengembang kepada pada perhimpunan pemilik satu tahun sejak serah terima. Namun sejak Pengembang tidak kunjung membentuk P3SRS sampai tahun 2022
Namun sejak Pengembang tidak kunjung membentuk P3SRS sampai tahun 2022, hingga akhirnya menjadi Terpidana, maka di dalam keadaan darurat dan demi keberlangsungan gedung rumah susun tersebut, mayoritas pemilik yang berhimpun dalam suatu wadah yang dinamakan Paguyuban Ambassade Residences (PAR).
Banyak nya polemik yang terjadi di rumah susun Ambassade Residences , Jakarta Selatan datangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (29/8/24) .
"Hari ini kita datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Para pemilik unit Rumah Susun Ambassade Residences terkait dengan adanya gugatan yang di buat oleh pemilik unit juga di sana dengan inisial Th, gugatan ini menurut kita adalah yang aneh karena mestinya kita sebagai pengelola yang menuntut ke dia karena selama 10 tahun tidak melakukan pembayaran, ada suatu ketentuan hukum di dalam kepemilikan apartemen itu siapa pemilik nya itu wajib membayar dan pembayaran itu di berikan kepada siapa yang mengelola, apakah itu developer atau apakah para pemilik jadi suatu hal yang wajib karena IPL itu adalah hak gedung supaya keberlangsungan maintenance gedung itu berjalan,"kata Dr Ibrani Dt. rajo Tianso, SH, MH selaku kuasa hukum penghuni rumah susun.
Dr Ibrani menyampaikan beberapa tuntutan yang akan di sampaikan di dalam persidangan.
" Ada beberapa tuntutan balik untuk "TH agar dia segera melaksanakan kewajiban nya membayar IPL , selain itu ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan keprihatinan sudah 10 tahun mengalami penderitaan, mengalami suatu traumatic karena sudah 10 tahun penghuni yang sudah membeli tapi sampai saat ini belum pegang sertifikat, ini merupakan kelalaian developer, hanya PPJP, mestinya sertifikat itu sudah terbit sejak 2016 , dalam hal ini aneh justru ketika kita sedang menghadapi kelalaian DRK kemudian pak thahir malah mengajukan gugatan mestinya dia mensupport kita bukan justru bersama-sama dengan pengembang untuk menuntut kita, jadi ini ada sesuatu yang janggal , "tuturnya.
Pasalnya sebanyak 250 pemilik unit menuntut TH untuk segera melakukan kewajiban nya.
"Kurang lebih 250an pemilik unit, kalau dalam perkara ini yang kita tuntut adalah " TH untuk segera melakukan kewajiban nya , tegasnya.
Lebih lanjut Yasin Kara salah satu penghuni menambah kan
"Ini adalah suatu hal yang janggal, rumah susun di biarkan dan di kelola secara serampangan sehingga membahayakan penghuni , maintenance lift, maintenance air dan lain nya itu kemudian genset, sudah pernah terjadi kebakaran genset dan ini sangat memprihatinkan, itu diakibatkan karena pengelolaan yang tidak baik karena itulah warga berkumpul membuat mengajukan gugatan agar di kelola menurut undang-undang pengembang, yang bunyi nya bahwa setiap rumah susun itu harusnya ada pengurus nya , kemudian di sebut P3SRS ini tidak terlaksana, akibatnya karena kelalaian, kalau saya menilai kami telah di jegal, kami telah memperjuangkan ini sejak 5 atau 6 tahun ini tapi tidak di gubris sehingga kami berupaya untuk di serahkan, aneh nya ada penghuni tidak membayarkan kewajiban padahal unit nya begitu luas 1000 meter, dan kami malah di gugat oleh si penghuni itu , dan akhirnya kami berkelompok membuat suatu paguyuban untuk memperjuangkan hak-hak ini, sebenarnya hal ini sudah sampai di Balaikota tapi sampai sekarang mandek, pengembang nya PT DRK juga lepas tangan, di sini kami kan di gugat oleh TH mungkin dia memang tidak ingin membayarkan kewajiban nya itu, "imbuhnya