Lampu merah news.id
Jakarta, Lampumerahnews.id - Aktris Yuyun Sukawati kini tengah menghadapi ujian berat. Ia mengklaim menjadi korban pemerasan dan ancaman oleh oknum aparat penegak hukum terkait kasus dugaan penyebaran video porno yang menyeret putranya, Harry Alam Wibowo, yang masih berstatus pelajar di SMAN 1 Cirebon.
Yuyun mengatakan, kisah ini bermula ketika Harry dituduh menyebarkan video asusila mantan kekasihnya. Pada 2 Februari 2024 lalu, putranya tiba-tiba didatangi oleh 15 orang dari Polres Bandara Soetta di sekolahnya.
"Mereka bilang, anak saya sudah menjadi tersangka. Dituduh mengedarkan video asusila, tapi saya tidak pernah menerima surat panggilan. Dan mereka juga tidak bisa menunjukkan bukti video tersebut. Bahkan, handphone anak saya dirampas, tanpa alasan yang jelas," tutur Yuyun saat konferensi pers di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa (13/8/2024).
Yuyun yakin, bahwa Harry tidak bersalah. Menurutnya, video tersebut dikirim oleh mantan pacar Putranya. Namun, justru Harry yang dituduh sebagai penyebar.
Kasus ini kemudian berujung pada dugaan pemerasan yang dialami Yuyun, di mana oknum "AHM" Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta uang sebesar 1 miliar rupiah.
"Saya benar-benar tidak mengerti untuk apa uang sebanyak itu diminta. Saya sangat terkejut ketika mereka meminta jumlah sebesar itu," kata Yuyun.
Selain itu, Yuyun juga merasakan kejanggalan dalam persidangan, terutama pada kesaksian yang tidak sesuai dengan fakta.
"Dalam satu hari, persidangan mencakup dakwaan, kesaksian korban, saksi polisi, hingga saksi ahli. Namun, saya merasa mereka semua memberikan kesaksian yang tidak benar," katanya.
Putra Yuyun, akhirnya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara, sementara dua terdakwa lainnya hanya menerima hukuman tiga bulan. Kuasa Hukum Yuyun, Niko Kilikili menyatakan, bahwa putra kliennya seolah dijadikan korban dalam kasus ini.
"Ada sesuatu yang janggal ketika tuntutan terhadap dua terdakwa lainnya hanya tujuh bulan, sementara putra Yuyun yang dianggap paling bersalah diputus satu tahun penjara," jelas Niko.
Namun, kasus ini tidak berhenti di situ. Setelah banding, hukuman untuk putra Yuyun diperberat menjadi satu tahun enam bulan, sedangkan dua terdakwa lainnya tetap dihukum tiga bulan tanpa adanya upaya banding atau kasasi.
Meskipun Yuyun telah melaporkan kasus ini ke pihak berwenang, ia merasa tidak ada tindakan yang diambil. Hal ini membuatnya angkat bicara ke publik dan media, berharap mendapatkan keadilan untuk anaknya.
"Saya memohon keadilan, sebagai seorang ibu tunggal untuk anak saya yang masih di bawah umur dan yatim. Saya berharap agar oknum polisi dan jaksa yang terlibat, dapat ditindak sesuai hukum," kata Yuyun.
Ia juga menuding bahwa anaknya difitnah oleh mantan kekasihnya, yang justru mendapatkan dukungan dari oknum aparat hukum.
P"erempuan itu seharusnya yang ditindak, karena dia yang sebenarnya membuat dan menyebarkan video asusila tersebut. Namun, karena ada oknum yang mendukungnya, kasus ini justru berbalik menyerang anak saya," ucap Yuyun.
Menanggapi informasi tersebut, Kapolresta Bandara Soekarno Hata Kombes Pol Roberto Pasaribu menegaskan sampai saat ini belum menerima laporan dan bukti-bukti dari Yuyun.
"Seluruh proses penegakan hukum di tingkat penyidikan sudah kami jalankan sesuai dengan aturan, mengutamakan dan memperhatikan kepentingan anak, baik anak yang berkonflik dengan hukum maupun anak yang menjadi korban tindak pidana dalam kasus dugaan pemerasan serta pendistribusian dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan," ujar Roberto dalam keterangannya, Rabu (14/8/2024).
Menurut Roberto, penanganan laporan polisi yang diterima pada 30 Januari 2024, juga melibatkan peran Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Dinas Sosial Kabupaten Tangerang untuk proses asesmen sampai rehabilitasi psikologis kepada kedua belah pihak dan keluarganya.
Rekan kejaksaan bahkan sempat mengupayakan musyawarah diversi untuk menempuh keadilan restoratif tetapi tidak tercapai. Proses tetap berlanjut dan pada 3 Juni 2024 Pengadilan Negeri Kota Tangerang telah mengeluarkan putusan atas kasus ini.
Roberto juga mengingatkan pentingnya semua pihak untuk menjaga kerahasiaan identitas dan kronologis kasus yang melibatkan anak ke publik.
"Sudah jelas diatur dalam Pasal 19 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa identitas anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak korban, anak saksi, termasuk identitas kaitan terhadap data keluarganya dan hal-hal lain yang dapat mengungkap jati diri korban, wajib dirahasiakan dari pemberitaan di media cetak atapun media elektronik," terang Roberto.
Dia mengimbau untuk sama-sama mengerti dan memahami aturan yang ada, karena tujuan undang-undang ini adalah mencegah trauma kedua kalinya bagi anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak yang menjadi pelaku dan juga anak korban tindak pidana.
Roberto mempersilakan jika ada pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan anggota Polresta Bandara Soetta dalam proses penegakan hukum untuk melaporkan ke bagian profesi dan pengamanan anggota Polri.
"Kami juga tidak menutup diri dari koreksi, masukan dan penilaian dari pihak luar. Selama ada bukti-bukti material dan faktual bisa dihadirkan, bukan asumsi atau tuduhan, kami siap mempertanggungjawabkan semua proses penegakan hukum yang berjalan," katanya.
Lebih lanjut Kapolresta berpesan, orang tua memiliki peran terpenting dalam upaya mencegah anak dari bahaya dan menjadi korban pornografi.
Dihubungi secara terpisah Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, Yayi Dita Nirmala, juga membantah adanya pemerasan seperti yang ditudingkan Yuyun Sukawati. Bahkan, menurut Yayi, pihaknya sudah mengupayakan Musyawarah Diversi agar kasus ini bisa diselesaikan melalui jalur Keadilan Restoratif. "Tapi tidak tercapai (perdamaian)," kata dia.
Karena itu, menurut Yayi, pihaknya tetap melanjutkan proses sesuai ketentuan yang berlaku. Kasus ini kemudian putus oleh Pengadilan Negeri Kota Tangerang pada tanggal, 3 Juni 2024.
Jaksa AHM laporkan Yuyun karena penganiayaan, kasus ini sempat melebar setelah Jaksa AHM melaporkan Yuyun Sukawati ke Polres Tangerang Kota pada 28 Juni 2024. Dalam laporannya, AHM menyatakan kejadian itu terjadi saat sidang penuntutan.
Yuyun awalnya tak terima anaknya mendapat tuntutan dari jaksa dalam sidang. Dia sempat mengamuk sehingga majelis hakim mengeluarkannya dari dalam ruang sidang.
Usai sidang, AHM mengaku dihampiri Yuyun Sukawati saat keluar ruangan. Yuyun, menurut AHM, menendangnya sebanyak 2 kali di bagian paha kanan dan kiri. AHM kemudian melakukan visum dan melaporkan peristiwa penganiayaan itu ke Polres Metro Tangerang pada hari yang sama.
Kapolres Tangerang Kota, Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho, membenarkan menerima laporan dugaan penganiayaan itu.
"Benar, kami tangani atas laporan penganiayaan tersebut,"kata Zain kepada wartawan, Jumat 28 Juni 2024.
(*/Fahmy)