lampumerahnews.id
Jakarta - Konflik di Papua pada tahun 2024 telah memasuki fase yang semakin memanas, terutama menjelang pemilihan umum. Dalam pandangan saya, situasi ini mencerminkan kompleksitas yang mendalam dari ketidakpuasan yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Ketidakpuasan ini tidak hanya berasal dari masalah politik, tetapi juga dari pelanggaran hak asasi manusia yang terus menerus terjadi di wilayah tersebut.
Salah satu faktor utama yang memperburuk konflik adalah sistem pemilu noken. Sistem ini, yang mengubah prinsip pemilu rahasia menjadi terbuka, telah menciptakan ketegangan di antara warga Papua. Ketika pemilu dijadwalkan, kita sering melihat peningkatan insiden kekerasan. Data menunjukkan bahwa sejak 2010, terdapat lebih dari 500 insiden kekerasan di Papua, dengan separatisme sebagai penyebab utama hampir 69% dari semua kejadian tersebut. Ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah masih sangat tinggi.
Menjelang pemilu, kita dapat melihat pola yang mengkhawatirkan: insiden kekerasan meningkat, termasuk pembakaran kantor KPU dan bentrokan antarwarga. Hal ini tidak hanya menciptakan ketidakstabilan politik tetapi juga menyebabkan dampak sosial yang signifikan. Pemisahan sosial semakin dalam, dengan masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling curiga. Praktik politik uang juga semakin marak, di mana kepala suku dan tokoh lokal mendominasi proses pemilihan, sering kali mengabaikan suara kelompok minoritas.
Dalam pandangan saya, untuk meredakan ketegangan ini, diperlukan pendekatan desentralisasi yang lebih radikal. Pemerintah harus mempertimbangkan pembentukan partai lokal dan mekanisme pemilu yang lebih sesuai dengan budaya setempat. Dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat Papua harus menjadi prioritas utama untuk mencapai solusi jangka panjang.
Tanpa langkah konkret untuk menangani akar penyebab konflik ini, saya khawatir situasi di Papua tidak mencapai kemajuan dalam hal persatuan kebangsaan dalam keadilan bagi semua warganya. Kita semua berharap agar Papua dapat menemukan jalan menuju perdamaian dan keadilan, tetapi hal itu hanya dapat tercapai jika semua pihak bersedia mendengarkan dan berkompromi demi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Papua.