Iklan

Klik Ternak

Demi Keadilan, Kasus Pagar dan HGB Laut di Tangerang Harus Dibawa ke Ranah Hukum

lampumerahnews
Jumat, 24 Januari 2025, 11.23 WIB Last Updated 2025-01-24T04:23:52Z


lampumerahnews.id

Jakarta- Apa yang terjadi di Desa Kohod, Kecamatan Pakuaji, Tangerang tentang pemagaran laut merupakan bentuk dari penegakan hukum yang lemah dan gampangnya pejabat Indonesia disuap Oligarki. Untuk membenahi semua itu dan menegakkan hukum yang berwibawa, maka   harus ada ketegasan berupa tindakan menyeret para terduga pelaku kejahatan itu ke ranah hukum.


Pengamat politik yang juga aktivis sosial senior Salim Hutajulu menyatakan hal itu kepada lampumerahnews, Jum’at, 23 Januari 2025 menyikapi simpang siurnya  pemberitaan tentang pagar bambu yang dipasang di laut sepanjang 30,16 Km. “Membaca berita tentang pagar itu kita menjadi miris dan sedih atas masalah hukum di Indonesia. Para pemilik modal dapat dengan mudah membeli para pejabat lewat godaan suap dan sogokan,” kata salah seorang tokoh Malari tahun 1974 itu.


Tiba-tiba saja kita dihebohkan oleh penemuan pagar laut. Ternyata rakyat terdampak sudah melaporkan pagar itu sejak lama tetapi tidak mendapat respon dari pemerintah baik daerah maupun Pusat. Kasus menjadi ramai setelah diviralkan di media sosial (Medsos). Tiba-tiba ada beberapa nelayan yang mengaku yang membuat adalah mereka untuk menjaga air laut tidak menyerang tambak mereka.


“Sungguh tidak masuk akal nelayan yang hidupnya susah bisa memasang pagar laut sepanjang 30 Km itu. Dananya dari mana? Berdasarkan kalkulasi dari ribuan bambu yang ditanam dan para pekerja pastilah akan memakan dana puluhan milyar rupiah. Tidak mungkin nelayan bisa membiayainya. Sungguh tidak canggih alasan yang dibuat. Dicari-cari dan mengada-ada,” kata Ketua Senat Mahasiswa FISIP UI tahun 1973 itu.


Belum usai tentang pagar laut itu, muncul kehebohan bahwa laut yang dipagar itu sudah mendapat sertipikat Hak Guna Bangunan (HBG). Sebanyak jutaan M2 lahan laut itu sudah disertipikasi. Ini benar-benar gila dan tidak akal. “Jelas-jelas melanggar hukum karena MK sendiri sudah menyatakan laut tidak bisa dibuat sertipikatnya,” kata Salim tidak habis mengerti.


Heboh makin ramai


Masih belum jelas tentang pagar dan sertipikat laut kehebohan semakin ramai. Atas perintah langsung Presiden Prabowo, TNI-AL melakukan membongkaran atas pagar itu. Tiba-tiba Menteri KP Wahyu Sakti Trenggono menolak pembongkaran dengan alasan itu akan menjadi alat bukti jika kasus itu dibawa  ke ranah hukum. “Bayangkan, Menteri bisa menolak perintah Presiden. Ini negeri sudah kacau balau dalam penegakan hukum,” lanjutnya.


"Belum lagi jelas siapa pemilik sertipikat HBG laut itu dan siapa  Menteri ATR yang mengeluarkannya , Menteri ATR Nusron Wahid membatalkan seluruh sertipikat itu. Akibatnya, makin tidak jelas siapa yang memiliki semua itu dan siapa yang akan bertanggungjawab. Akal sehat," katanya, tidak bisa menerima perlakuan yang tidak menyelesaikan masalah seperti itu.


Dia setuju dengan tindakan tegas Presiden Prabowo yang memerintahkan pembongkaran pagar laut itu. Semua itu untuk memberikan kesan kuat bahwa pemerintah hadir dalam carut-marut itu. Tetapi, tindakan para menteri yang terkesan ambil langkah sendiri-sendiri sangat tidak bisa diterima dalam sebuah pemerintahan moderen seperti Indonesia.


“Kita menuntut agar kasus ini terang-benderang dan wibawa pemerintah harus ditegakkan. Kita minta Prabowo membatalkan Keppres PSN yang diberikan  Jokowi kepada PIK-2. Menurut saya, Jokowi adalah sumber masalah dan Prabowo harus menyelesaikannya. Di samping itu, kasus pagar laut dan sertipikat itu harus di bawah ranah hukum sehingga semua terang benderang,” katanya.


Di ranah hukum pun jangan dibiarkan begitu saja. Harus  dikawal oleh Presiden. “Kita tahu kualitas dan integritas para hakim kita yang sangat rentan terhadap suap dan sogok. Kasus Harvey Muis menunjukkan hal itu. Korupsi Rp 300 Triliun kok cuma dihukum 6,5 tahun,” pungkasnya.


 [Sony|AT]

Komentar

Tampilkan

Terkini