Iklan

Klik Ternak

Di nilai banyak lakukan pelanggaran KPU Papua Selatan dan KPU RI di adukan ke DKPP

lampumerahnews
Sabtu, 01 Februari 2025, 00.00 WIB Last Updated 2025-01-31T17:01:07Z

 


lampumerahnews.id

Jakarta - Akademisi Hukum Tata Negara Burhanuddin Zein, secara resmi Jumat 31 Januari 2025 mengajukan pengaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia.


Akademisi Senior HTN Unmus di Merauke yang sapaan akrabnya Burhan Zein itu mengatakan bahwa, dirinya secara pribadi datang ke DKPP untuk menyampaikan pengaduan terkait telah terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi Papua Selatan dan KPU Republik Indonesia, yang menurutnya telah salah dalam menerapkan hukum dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur Provinsi Papua Selatan.


“ menurut saya KPU Provinsi Papua Selatan dan bahkan KPU Republik Indonesia dalam menerapkan hukum pada pemilihan Umum Gubernur Papua Selatan telah salah dan bahkan melanggar Undang-Undang 10 Tahun 2016, khususnya pasal 7 ayat 2 huruf q , dan dalam pengaduan ini saya cantum 12 orang teradu, yang terdiri dari 7 teradu yaitu 1 orang Ketua dan 4 Anggota / Komisioner KPU Provinsi Papua Selatan, dan 1 Ketua serta 6 Anggota / Komisioner KPU Republik Indonesia “. Terang nya kepada awak media di halaman kantor DKPP RI. (31/1) ,


Menurut Burhan Zein, bahwa sesungguhnya Para Teradu I s.d. XII sebagai Penyelenggara Pemilihan Umum seharusnya lebih mengetahui dan lebih memahami keberadaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagai Undang-Undang yang mengatur Ketentuan-ketentuan Pokok terkait Pemilihan Umum Kepala Daerah baik itu Gubernur, Bupati dan Wali Kota.


Burhan menerangkan, bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada tanggal 1 Juli 2016 dan agar setiap orang mengetahuinya, maka wajib diundangkan di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dan penjelasan Resmi dari Undang-Undang ini di tuangkan dalam dalam Tambahan Lembaran Negara.
Salah satu ketentuan pokok dari pelaksanaan atau penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah ( pemilukada ) adalah perihal Persyaratan Pencalonan sebagai Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota, yang diatur dengan jelas dan tegas dalam Pasal 7 ayat 2 huruf a sampai dengan huruf u. 


"Selain pengaturan tentang persyaratan yang telah diatur  pasal 7 Undang-Undang tersebut, secara rinci pun maksud dan tujuan bahkan kehendak hati pembentuk Undang-Undang telah terurai dengan jelas dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sehingga tidak perlu ditafsir lain oleh siapa pun termasuk Badan Penyelenggara Pemilihan Umum (KPU), baik itu KPU Republik Indonesia maupun KPU di Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota;"terang nya.


Salah satu persyaratan pencalonan yang menjadi fokus dari Pengadu adalah perihal persyaratan yang diatur pada pasal 7 ayat 2 huruf q Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yaitu : sebagaimana yang tertulis “             

Pasal 7
(1) Setiap warga negara …dst;
(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ;
b. setia kepada Pancasila……dst s/d …..p ;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota;
Terkait dengan perihal yang diatur dalam pasal 7 huruf q ini,  Pembentuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, merasa perlu dan bahkan penting untuk menguraikan maksud dan tujuan yang sesungguhnya dari pasal 7 huruf q tersebut, mengenai maksud dan tujuannya dapat terbaca pada Penjelasan UU Nomor 10 Tahun 2016, sebagaimana yang tertulis :

Pasal 7
Huruf   a.   ………..dst
Huruf q. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau Wakil Walikota. 


Bila dipahami secara benar, maka pembentuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dengan pasal 7 huruf q ini, telah mencegah dan atau melarang penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau Wakil Walikota. 


Tentunya pencegahan dan atau pelarangan ini agar tidak terjadi penyalahgunaan  kewenangan, atau abuse of power in election demi memenangkan dirinya dalam pemilukada.   


Menurut Burhan Zein, tetapi faktanya Teradu KPU Provinsi Papua Selatan tetap menerima Pendaftaran Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Papua Selatan atas nama   Dr. Ir. APOLO SAFANPO, S.T.,M.T. dan PASKALIS IMADAWA, S.Pd. Kemudian berlanjut dengan menetapkan Dr. Ir. APOLO SAFANPO, S.T.,M.T. dan PASKALIS IMADAWA, S.Pd sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Papua Selatan . 


Pada satu sisi fakta yang terjadi, Teradu KPU RI yang adalah sebagai Penanggung jawab secara nasional Penyelenggaraan Pemilukada Serentak Tahun 2024, sama sekali tidak melakukan teguran sebagai bentuk tanggung jawab dalam tugas Pengawasan (Supervisi), bahkan terkesan melakukan pembiaran terhadap tindakan Teradu KPU Provinsi Papua Selatan.


Karena permasalahan ini lebih kepada persoalan Penegakkan Hukum dan Konsistensi dalam menerapkan Peraturan Perundang-undangan, maka Lembaga atau Badan Penyelenggara Pemilu yaitu KPU RI dan Bawaslu RI, termasuk Lembaga Negara yang diberi kompetensi oleh Undang-Undang  untuk menyelesaikan Sengketa Pemilu dalam hal ini yang Mulia Majelis Hakim di DKPP RI dan di Mahkamah Konstitusi RI, sebagai representatif Negara wajib memberikan perhatian dan ikut prihatin terkait  kondisi ini.


Tetapi kalau i’tikad untuk melakukan koreksi yang mendasar terhadap pelanggaran Pasal 7 atau 2 huruf q UU Nomor 10 Tahun 2016 ini, maka Pemohon dengan penuh keyakinan “ haqqul yaqiin - ainul yaqiin “, menuding bahwa negara dalam hal ini pemerintah yang berkuasa telah melakukan Onrecht Matife overheid daad ( perbuatan melawan hukum dilakukan oleh Penguasa Negara.


" Point-point yang telah di sampaikan, saya memohon kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara  Pemilihan Umum (DKPP) untuk memutus dan menyatakan para teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, yang mengakibatkan Pemilihan Gubernur Provinsi Papua tidak berkepastian hukum, dan saya pun bermohon kepada DKPP untuk menjatuhkan sanksi teguran keras atau bahkan pemberhentian tetap kepada para teradu I sampai dengan XII."pungkas nya mengakhiri.

Komentar

Tampilkan

Terkini