lampumerahnews.id
Jakarta - Program Penerapan Coretax luncuran Kementrian Keuangan berdasarkan permasalahan teknis dan terindikasi Negara akan mengalami kerugian. IPW (Indonesia Procurement Watch) yang sudah di mulai pada Januari 2025 .
Saat memberikan kritikan soal program Coretax Direktur Advokasi dan Investigasi IPW Ronal mengatakan Coratex secara teknis akan menghambat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan para pengusaha.
"Sulitnya akses, error dalam sistem, serta ketidakmampuan aplikasi dalam menjalankan fungsi-fungsi penting seperti penerbitan e-faktur dan permintaan sertifikat digital telah menimbulkan kerugian bagi wajib pajak serta berpotensi mengurangi penerimaan negara,” jelasnya dalam keterangan yang diterima Jumat (7/2/2025).
Dia juga sebut proyek yang menelan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun ini, diduga mengandung berbagai penyimpangan dalam proses pengadaannya, mulai dari penunjukan agen pengadaan, peran tim konsultan, hingga penetapan pemenang tender.
“Ketidak terbukaan dalam proses pengadaan hasil penelusuran, kami mendapati beberapa kejanggalan dalam proses pengadaan, mulai dari agen pengadaan sampai dengan penetapan pemenang tender,” jelasnya.
Ronal menguraikan, padahal secara resmi pengadaan barang/jasa di Indonesia diatur dalam Perpres 16/2018 sebagaimana yang telah diubah dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
“Berdasarkan penelusuran IPW, Coretax ini tidak menggunakan aturan tersebut di atas. Hal ini menimbulkan dugaan atau kecurigaan bahwa proyek ini sejak awal memang didesain tidak transparan, dikarenakan sudah ada pelaksana proyek yang disiapkan,” urainya.
Selain itu, IPW juga menemukan bahwa pemilihan proyek ini tidak melalui sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPSE LKPP).
Akan Tetapi Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menunjuk langsung Tim Pengadaan atau Agen Pengadaan untuk melaksanakan proses pemilihan penyedia barang dan/ atau jasa, dengan menggunakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2018 Tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.
Perpres 16 Tahun 2018 ini dibuat untuk memastikan pengadaan barang/jasa berjalan transparan, kompetitif, dan akuntabel.
Di sisi lain, Perpres 40/2018 memang bertujuan untuk mempercepat pembaruan sistem administrasi perpajakan.
“Tetapi jika penyisipan aturan pengadaan Coretax di dalamnya dimaksudkan untuk menghindari mekanisme seleksi yang lebih ketat, dan mengabaikan prinsip akuntabilitas dalam pengadaan misalnya tanpa tender yang kompetitif, tanpa transparansi, atau hanya menunjuk satu penyedia tertentu tanpa alasan yang jelas, maka ini berpotensi terjadinya penyelundupan hukum (fraus legis),” ungkapnya.
Dia menambahkan, hal lain yang menjadi perhatian IPW adalah, salah satu isi dari Perpres ini menyebut bahwa Menteri Keuangan menetapkan Agen Pengadaan, kemudian Agen Pengadaanlah yang memilih atau menetapkan pemenang proyek.
Hal ini bagi IPW menimbulkan sejumlah pertanyaan: Apa dasar dan pertimbangan Menteri Keuangan menunjuk Agen Pengadaan untuk melakukan pemilihan pelaksana proyek ini? Kenapa Menteri Keuangan menggunakan Agen Pengadaan? Sehingga memberi ruang dimana Agen Pengadaan yang ditunjuk dapat menentukan dan memilih perusahaan yang bisa saja merupakan perusahaan yang disukai (favoritism),” ujarnya.
Lanjutnya, hal ini terlihat bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam proyek Coretax ini adalah perusahaan asing.
“Apakah memang tidak ada perusahaan lokal yang bisa mengerjakan proyek ini? Pertanyaan berikutnya, Siapa yang menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) proyek ini? Apakah Kementerian Keuangan atau Agen Pengadaan? Kalau Kementerian Keuangan yang menyusun HPS, kenapa harus menunjuk Agen Pengadaan sebagai pelaksana pengadaan? Sehingga muncul dugaan bahwa yang menyusun HPS ini adalah Agen Pengadaan. Analisis Harga Berdasarakan HPS yang telah disusun, nilai HPS proyek Coretax ini adalah sebesar Rp 1,736,106,396,000.00, sedangkan harga Pemenang adalah sebesar Rp1,22 triliun termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN),” ujarnya.
Menurut IPW, ada kejanggalan karena biasanya selisih HPS dengan harga pemenang Selisih tidak terlalu jauh (dikisaran 1%), yang menunjukkan bahwa HPS disusun berdasarkan analisis teknis dan analisis pasar yang tepat dan akurat. Sementara, dalam proyek ini selisih nilai HPS dibandingkan harga Pemenang terlalu besar yakni mencapai Rp 500 M.
Dengan demikian Indonesia Procurement Watch (IPW) menduga HPS ini disusun tidak dengan analisis teknis dan harga pasar yang wajar. IPW menduga, HPS ini sengaja disusun lebih besar untuk memberi kesan kepada publik bahwa telah terjadi penawaran harga yang ketat dan menguntungkan pemilik proyek. Padahal harganya sebenarnya bisa saja lebih kecil dari penawaran.
“Maka dapat disimpulkan bahwa, penyusun HPS tidak kompeten. Dengan masalah yang dihadapi Coretax saat ini, Indonesia Procurement Watch (IPW) melakukan perbandingan harga untuk aplikasi sejenis dan informasi dari narsumber ahli IT, nilai proyek Rp 1,228 T untuk pembangunan Coretax ini terlalu mahal,” tambahnya
Menurut perhitungan IPW, dapat diasumsikan bahwa perkiraan harga yang wajar adalah sekitar 700 – 800 miliar rupiah. Bahkan jika dibandingkan dengan DeepSeek AI yang hanya sekitar 6,5 Juta USD atau sekitar 96 miliar rupiah, tanpa harga Coretax jauh lebih mahal.