Lampumerahnews.id
JakartaAnak dan Tim penasihat hukum Dr. Ike Farida mendatangi Komnas HAM untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM berat yang menimpa Dr. Farida. Pelanggaran HAM berat tersebut diduga melibatkan permufakatan jahat antara salah satu grup pengembang properti dengan oknum aparat penegak hukum, yang diindikasikan telah menyalahgunakan kewenangan dan merugikan hak-hak dasar Dr. Farida. (17/4)
Tim penasihat hukum yang dipimpin oleh Kamaruddin Simanjuntak menjelaskan bahwa laporannya ke Komnas HAM harus dilakukan agar kriminalisasi yang menimpa Kliennya tidak terulang. “Dr. Farida telah dimenangkan oleh Pengadilan di tingkat akhir, menang, tapi malah dijebloskan ke penjara selama 6 (enam) bulan”. Padahal, sejak awal Dr. Ike Farida hanya korban yang meminta haknya ke pengembang atas 1 (satu) unit apartemen yang telah dibayar lunas sejak 13 tahun lalu. Namun, bukan 5 hak yang diperoleh, malah dirinya dikriminalisasi bahkan sempat dianiaya hingga luka memar di sana sini dan berakhir di Rutan Pondok Bambu.
Selama proses penyidikan, hingga dikeluarkannya putusan oleh Majelis Hakim PN Jaksel, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum. Salah satunya diabaikannya perintah Kapolri dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3D) hasil Gelar Perkara Khusus (GPK), yang menyatakan tidak ada unsur mens rea Dr. Ike Farida. Namun, oknum penyidik tetap melanjutkan proses penyidikan.
Bahkan, setelah berkas dikembalikan lebih dari 6 kali oleh pihak Kejaksaan dalam kurun 3,5 tahun secara tiba-tiba berkas menjadi P-21, yang menandakan berkas perkara dinyatakan lengkap dan siap untuk dilimpahkan ke penuntutan.
Tim penasihat hukum Dr. Ike Farida juga menyoroti proses penangkapan yang dilakukan secara paksa dan tidak manusiawi, menggunakan unsur kekerasan fisik, mengakibatkan luka lebam di tubuh Dr. Farida. Tindakan represif tersebut tidak hanya melanggar prosedur hukum, namun juga mencederai prinsip HAM yang seharusnya dijunjung tinggi aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.
Kemudian, selama agenda persidangan, indikasi pelanggaran justru terlihat lebih jelas. Dimulai dari jadwal sidang yang panjang dari pagi sampai malam hari dan dilakukan setiap hari hingga akhirnya klien kami muntah-muntah dan jatuh pingsan di tengah jalannya persidangan, jelas Kamaruddin.
Selama proses persidangan majelis hakim tampak sangat memihak pelapor dan tidak profesional, antara lain banyaknya pasal-pasal dalam hukum acara pidana yang dilanggar. Puncaknya adalah ketika menyampaikan pertanyaan ke saksi ahli yang ternyata mengulas secara langsung kasus dengan cara yang memojokkan posisi Dr. Farida beserta tim penasihat hukumnya.
Rangkaian pelanggaran tersebut, secara akumulatif, menyebabkan Dr. Ike Farida harus mendekam di penjara selama 6 (enam) bulan. "Klien kami telah mengalami kerugian yang sangat besar, baik secara materil maupun moril, kesehatannya terganggu dan mengalami trauma serius," tegas Alya tim penasihat hukum sekaligus putri Dr. Farida. Sampai akhirnya, setelah ditempuh upaya kasasi, Mahkamah Agung memutus Dr. Ike Farida tidak bersalah dan dibebaskan dari setiap tuduhan.
Namun demikian, tim penasihat hukum menilai bahwa kemenangannya di tingkat kasasi tidak berarti menggugurkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak pengembang dengan oknum aparat penegak hukum selama proses hukum berlangsung. Terlebih, Dr. Ike Farida telah mengalami kerugian yang sangat besar, bahkan sampai harus mendekam dipenjara atas fitnah yang sama sekali tidak pernah dilakukannya.
“Kami telah menemukan keadilan di tingkat kasasi. Namun, pelanggaran-pelanggaran yang menimpa klien kami tidak berarti dapat dilupakan begitu saja. Bayangkan, berapa besar kerugian klien kami akibat tindak kesewenang-wenangan, sampai membuat klien kami harus masuk penjara. Selama 6 bulan.” Terang Kamaruddin. Untuk itu, tim penasihat hukum Dr. Ike Farida melaporkan serangkaian indikasi pelanggaran dan perampasan HAM berat yang dialami Dr. Ike Farida.